Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesuksesan Dan Kegagalan Sistem
Informasi Pada Organisasi
(Contoh Kasus : Penerapan E-Government)
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kesuksesan
dan Kegagalan Sistem Informasi pada Organisasi merujuk pada Pendapat
Rosemary Cafasaro
Menurut O’Brien (2005)
keberhasilan sistem informasi tidak seharusnya diukur hanya melalui efisiensi
biaya, waktu dan penggunaan sumber daya informasi. Keberhasilan juga harus
diukur dari efektivitas teknologi informasi dalam mendukung strategi bisnis organisasi,
memungkinkan proses bisnisnya, meningkatkan struktur organisasi dan budaya
serta meningkatkan nilai pelanggan dan bisnis perusahaan. Rosemary Cafasaro
dalam O’Brien (2009) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan
kesuksesan atau kegagalan penerapan sistem informasi dalam suatu organisasi
atau perusahaan antara lain : dukungan manajemen eksekutif, keterlibatanend user (pemakai akhir),
kejelasan penggunaan kebutuhan perusahaan, kematangan perencanaan dan harapan
perusahaan yang nyata. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan
sistem informasi antara lain: kurangnya input dari end user, tidak lengkapnya
pernyataan kebutuhan dan spesifikasi, pernyataan kebutuhan dan spesifikasi yang
senantiasa berubah-ubbah, kurangnya dukungan manajemen eksekutif serta
inkompetensi secara teknologi.
FAKTOR PENENTU KESUKSESAN SISTEM INFORMASI
Dari
pendapat tersebut penulis berusaha menelaah faktor-faktor yang menyebaban
kesuksesan sistem informasi sebagai berikut :
1. Dukungan manajemen eksekutif
2. Keterlibatan end
user / peran pemakai akhir
3. Kejelasan pernyataan kebutuhan
4. Perencanaan yang matang dan tepat
5. Harapan yang nyata / realistik
1. Dukungan manajemen eksekutif
Manajemen eksekutif adalah para
pengambil keputusan yang menentukan arah jalannya dan kebijakan perusahaan.
Apabila dukungan diberikan oleh seluruh unsur manajemen organisasi pada
berbagai level maka sistem informasi akan mencapai keberhasilan. Sistem informasi
yang telah didesain secara sempurna oleh pakar SI pada akhirnya membutuhkan
peran dan dukungan pengambil keputusan dalam organisasi sehingga terwujudnya
keberhasilan sistem informasi.
2. Keterlibatan / peran pemakai akhir (end
user)
Keterlibatan para pemakai akhir dari
sistem informasi yang meliputi pelanggan, tenaga penjualan, teknisi, staf
administrasi akuntan atau para manajer sangat dibutuhkan bagi tercapainya
keberhasilan pelaksanaan sistem informasi. Sebaiknya pada saat sistem informasi
dirancang atau didesain oleh pembuat sistem (pakar sistem informasi), end user
ikut berperan didalamnya sehingga ia memahami dan memperoleh kesempatan untuk
mengenal sistem secara lebih detail sesuai dengan prioritas dan kebutuhan
organisasi. Hal tersebut akan membantu end user dalam pemahaman sistem apabila
di kemudian hari terjadi perubahan pada sistem itu sendiri. Hal tersebut akan
mampu membantu sistem informasi mencapai keberhasilan dalam penerapannya.
3. Kejelasan pernyataan kebutuhan
Dalam penerapan sistem informasi pada
suatu organisasi harus dilakukan perumusan dengan jelas tentang kebutuhan
penggunan sistem informasi tersebut. Kebutuhan tersebut harus ditunjang oleh
hardware, software, dan jaringan yang akan digunakan organisasi dalam
menerapkan sistem informasi tersebut. Pernyataan kebutuhan yang ditegaskan
sejak awal akan berdampak positif pada saat sistem informasi
diimplementasikan karena seluruh data dan informasi yang dibutuhkan
4. Kematangan perencanaan
Sistem informasi hendaknya direncanakan
dengan matang yang meliputi maksud dan tujuan dibentuknya sistem informasi
tersebut. Pengembangan dan penerapan sistem informasi yang didukung oleh
perencanaan yang matang mampu menjadi mediator atau penghubung antara berbagai
keinginan dan kepentingan yang ada dalam organisasi. Sistem informasi yang
memiliki road map yang jelas akan mampu menjadi pegangan
dalam mencapai kesuksesan impelementasi sistem informasi.
5. Harapan perusahaan / organisasi yang
nyata
Organisasi
atau perusahaan memiliki harapan yang jelas dan ingin dicapai dengan menerapkan
sistem informasi sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai. Harapan tersebut
harus sejalan dengan ketersediaan sumberdaya informasi yang dimiliki organisasi
yang meliputi brainware, hardware, software, netware/jaringan serta sumber daya
lain yaitu modal dan lingkungan organisasi.
FAKTOR PENENTU KEGAGALAN SISTEM INFORMASI
Faktor-faktor
yang menyebaban kesuksesan sistem informasi sebagaimana pendapat Rosemary
Cafasaro dalam O’Brien (2009) dipaparkan sebagai berikut :
1. Kurangnya input dari end
user
2. Tidak lengkapnya pernyataan kebutuhan dan spesifikasi
3. Pernyataan kebutuhan dan spesifikasi yang senantiasa berubah-ubah
4. Kurangnya dukungan eksekutif
5. Inkompetensi secara teknologi
6. Perencanaan yang tidak tepat dan tidak matang
1. Kurangnya input dari end user
Kurangnya keterlibatan end user pada saat proses
perancangan sistem akan menemui kegagalan pada saat diterapkan karena
terjadi kesenjangan atau gap antara pengguna dan perancang atau pakar SI.
Kesenjangan itu timbul karena keduanya memiliki latar belakang dan kepentingan
yang berbeda (user-designer
communication gap).
Kesenjangan ini pada akhirnya akan menciptakan kegagalan dalam pelaksanaan
sistem informasi.
2. Tidak lengkapnya pernyataan kebutuhan
dan spesifikasi
Kebutuhan yang telah dirumuskan tersebut
apabila tidak mendapatkan dukungan berupa infrastruktur yang memadai akan
menyebabkan kegagalan pada sistem informasi.
3. Pernyataan kebutuhan dan spesifikasi
yang senantiasa berubah-ubah
Penerapan sistem informasi pada suatu
organisasi harus dilakukan perumusan dengan jelas tentang kebutuhan dan
spesifikasi penggunan sistem informasi tersebut. Pernyataan kebutuhan yang
tidak ditegaskan sejak awal akan berdampak negatif pada saat sistem informasi
diimplementasikan dan pada akhirnya menemui kegagalan.
4. Kurangnya dukungan manajemen eksekutif
Apabila penerapan sistem informasi tidak
mendapatkan dukungan dari beberapa unsur manajemen eksekutif sebagai pengambil
keputusan maka penerapan sistem organisasi akan menemui kegagalan dan
mengakibatkan dampak seperti : terjadi inefisiensi biaya, pelaksanaan penerapan
sistem informasi melebihi target waktu yang telah ditentukan, kendala teknis
serta kegagalan memperoleh manfaat yang diharapkan.
5. Inkompetensi secara teknologi
Penerapan dan pengembangan sistem
informasi sangat membutuhkan peranan manusia sebagai brainware/operator.
Apabila sumberdaya manusia dalam organisasi tidak memiliki kompetensi akan
perkembangan teknologi yang semakin maju maka penerapan sistem informasi akan
mengalami kesulitan. Sistem informasi yang tidak sesuai dengan kemampuan SDM
akan mengakibatkan pelaksanaan sistem informasi menghadapi kegagalan.
6. Perencanaan yang tidak tepat dan tidak
matang
Pengembangan dan penerapan sistem
informasi yang tidak didukung oleh perencanaan yang matang tidak akan mampu
menjadi mediator antara berbagai keinginan dan kepentingan dalam suatu
organisasi. Sistem yang tidak memiliki road map yang jelas tidak mampu
menjadi pegangan dalam melaksanakan sistem informasi sesuai tujuan organisasi.
Sistem informasi yang tidak dirancang sesuai kebutuhan organisasi pada akhirnya
akan menemui kegagalan dalam penerapannya dan hanya menimbulkan inefisiensi
dalam hal biaya, waktu dan tenaga.
Contoh Kasus Faktor-faktor yang Menentukan
Kesuksesan dan Kegagalan Sistem Informasi : Penerapan e-Government pada Sektor
Publik
Kecenderungan
penerapan e-Government (e-Gov) dalam organisasi publik merupakan sesuatu yang
tidak bisa dihindari. Hal tersebut hendaknya disadari sejak awal dan memerlukan
persiapan yang matang agar tujuan pelayanan publik dapat tercapai secara
efektif dan efisien dengan penggunaan sistem informasi.
KEBIJAKAN APLIKASI E-GOVERNMENT DI INDONESIA
Aplikasi e-Gov di
Indonesia sebagai negara berkembang sebenarnya belum mencapai hasil yang
menggembirakan. Banyak faktor yang menyebabkan penerapan e-Gov belum berjalan
optimal sebagaimana yang diharapkan. Saat ini perangkat perundang-undangan
mengenai e-Gov di Indonesia relatif sudah lengkap. Menyadari pentingnya
penerapan konsep e-Gov, pemerintah telah menerbitkan Intruksi Presiden (Inpres)
No. 3 Tahun 2003 tentang Strategi Pengembangan e-Government. Adapun strategi
pokok yang diambil oleh pemerintah adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan sistem pelayanan yang andal dan terpercaya serta terjangkau
oleh masyarakat luas.
2. Pengembangan sistem manajemen dan proses kerja pemerintah pusat dan
pemerintah daerah secara holistik.
3. Pemanfaatan teknologi informasi secara optimal.
4. Peningkatan peran serta dunia usaha dan pengembangan industri
telekomunikasi dan teknologi informasi
5. Pengembangan sumberdaya manusia di pemerintahan dan peningkatan
e-literacy masyarakat
6. Pelaksanaan pengembangan secara sistematis melalui tahapan yang
realistis dan terukur.
Pengembangan e-Gov secara nasional
dimulai dengan mengintegrasikan data elektronik dari berbagai lembaga
pemerintah yang bersifat permanen maupun sementara dengan berbagai kepentingan.
Untuk mendorong agar jajaran pemerintah pusat maupun pemerintah daerah membuat
dan mengelola website secara profesional serta menyeragamkan nama domain milik
pemerintah maka Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) mengeluarkan
Peraturan Menteri No. 28 tahun 2006 tentang pembuatan domain dengan penggunaan
ekstensi go.id.
Peraturan ini menjadikan pemacu untuk mengelola website secara serius sebagai
sarana komunikasi yang efektif di dalam negeri maupun masyarakat global.
FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB KESUKSESAN DAN KEGAGALAN E-GOVERNMENT DI
INDONESIA.
Di masa lalu konsep e-Gov lebih merujuk
pada komputerisasi dan pengembangan sistem informasi manajemen yang berbasis
komputer, maka saat ini konsep e-Gov mengarah kepada integrasi data dan
informasi antar lembaga pemerintah melalui teknologi internet dengan perangkat
lunak yang berbasis http (hypertext transfer protocol ) dan dengan bahasa
yang mendukung html (hypertext medium language) (Kumorotomo, 2009).
Dengan demikian hampir bisa dipastikan bahwa rujukan tentang e-Gov selalu
mengacu pada upaya pembuatan website oleh lembaga pemerintah.
Penyebab kegagalan pengembangan e-Gov di Indonesia tidak selalu
terkait dengan ketersediaan teknologi informasi. Masalah pokok aplikasi e-Gov
terletak pada keterkaitan antara masalah pengembangan infrastruktur,
kepemimpinan dan budaya masyarakat lokal.
1. Kepemimpinan
A. Konflik pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
B. Peraturan
C. Alokasi anggaran
D. Pembakuan /standarisasi
2. Infrastruktur
A. Ketimpangan digital
B. Infrastruktur yang tidak menunjang
C. Kurangnya sistem layanan
D. Budaya
i.
Resistensi dan penolakan terhadap e-Gov
ii.
Kurangnya kesadaran dan penghargaan
terhadap e-Gov
iii.
Tidak mau berbagi data dan informasi.
Bagi
sebagian besar daerah, faktor penyebab kegagalan pengembangan e-Gov di
Indonesia bisa berasal dari faktor kepemimpinan. Faktor kepemimpinan
dipengaruhi oleh timbulnya konflik antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah, peraturan yang kurang mendukung/berpihak, alokasi anggaran yang kurang
memadai serta pembakuan atau standarisasi sistem yang tidak jelas. Seluruh
faktor ditentukan oleh komitmen para pemimpin atau pejabat bagi tercapainya
pelaksanaan e-Gov dalam hal ini adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota di
daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu faktor kepemimpinan memegang peranan
yang sangat penting bagi penerapan dan pemanfaatan e-Gov.
Ketersediaan
teknologi yang terdapat dalam masalah infrastruktur menjadi kendala dalam
penerapan e-Gov. E-Gov menuntut adanya teknologi satelit, jaringan listrik,
jaringan telepon, pengadaan komputer dalam lembaga pemerintah beserta
infrastruktur penunjang yang handal dan terdapat secara merata di seluruh
wilayah Indonesia. Penyediaan jaringan internet yang memadai dan merata perlu
ditingkatkan agar meminimalisir ketimpangan digital.
Faktor
budaya merupakan faktor yang sangat mendasar dan memerlukan komitmen perubahan
yang kuat demi tercapainya keberhasilan penerapan e-Gov. Pemerintah Indonesia
relatif mudah mendapatkan akses teknologi dan banyak pemimpin atau pejabat yang
memiliki visi untuk pengembangan layanan secara elektronik. Kendalanya terletak
pada pemanfaatan e-Gov yang seringkali berbenturan dengan faktor budaya atau
kultur masyarakat yang kurang mendukung. Faktor budaya yang ada dalam diri para
birokrat dan lembaga pemerintah seringkali mengakibatkan kurangnya kesadaran
dan penghargaan terhadap e-Gov. Seringkali muncul anggapan bahwa aplikasi e-Gov
akan mengancam jabatan yang dimiliki saat ini yang sudah tergolong mapan.
Antara pemerintah pusat baik lembaga departemen maupun non departemen dengan
pemerintah daerah juga belum terintegrasi dengan baik. Hal tersebut disebabkan
karena masing-masing tidak mau memberikan dan berbagi data dan informasi penting.
Cara berfikir seperti ini yang masih dimiliki oleh para pejabat pemerintah
masih sulit untuk dikomunikasikan dan diintegrasikan.
Pentingnya
keterkaitan antara infrastruktur, kepemimpinan dan budaya dapat dilihat pada
praktek pengembangan e-Gov. Di beberapa kota/kabupaten di Indonesia telah ada
semacam Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan (UPIK) yang didukung oleh pejabat
daerah setempat karena komitmen pemimpin daerah untuk mengembangkan interaksi
antara warga dengan pejabat pemerintah daerah setempat secara intensif dan
terbuka. Media ini berfungsi sebagai sarana bagi warga untuk mengadukan masalah
pelayanan pemerintah mengenai perijinan, pendidikan, pekerjaan umum,
pariwisata, dan berbagai fungsi pemerintah lainnya. Keluhan warga ini telah
mampu meningkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, mengembangkan program sesuai aspirasi dan kebutuhan masyarakat
serta meningkatkan komitmen pemerintah dalam melayani masyarakat. Kegagalan
pemanfaatan e-Gov bisa terjadi karena pemerintah tidak merumuskan tujuan awal
secara jelas serta pemanfaatan teknologi tidak diarahkan dengan sungguh-sungguh
untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut Heeks (2003) sebagian besar
penyebab kegagalan aplikasi e-Gov di negara berkembang adalah karena ketidakpahaman
mengenai keadaan saat ini (where are
we now)
dengan apa yang yang akan kita capai dengan proyek e-government (where the e-government projects wants to
get us).
Dengan kata lain terjadi gap atau kesenjangan antara rancangan e-Gov yang telah
dibuat dengan realitas yang dihadapi sekarang. Kesenjangan ini terdapat dalam
berbagai dimensi yang dikenal dengan istilah ITPOSMO (Information, Technology, Processes,
Objective and Values, Staffing and skills, Management systems and structures,
Other resources : time and money).
Faktor
lain yang menyebabkan kesuksesan dan kegagalan pelaksanaan dan penerapan e-Gov
adalah kemampuan sumberdaya manusia dalam teknologi informasi, penggunaan
komputer dan teknologi internet. E-Literacy adalah istilah yang merujuk pada kemampuan
/ kemahiran akan teknologi elektronik khususnya teknologi internet.
Apabila sumberdaya manusia sudah mahir dan siap dalam aplikasi e-Gov maka
diharapkan pelaksanaannya akan mencapai keberhasilan, sebaliknya apabila
pengguna belum siap akan kemajuan teknologi internet maka pelaksaaan e-Gov akan
menemui kegagalan.
CONTOH KASUS KESUKSESAN PENERAPAN E-GOVERNMENT DI
INDONESIA
Salah
satu contoh kesuksesan penerapan e-government di Indonesia adalah pelaksanaan
e-KTP (Kartu Tanda Penduduk Elektronik) di Kabupaten Kutai Kartanegara. Menurut
Saputra (2013), e-KTP adalah KTP yang memiliki spesifikasi dan format KTP
Nasional dengan sistem pengamanan khusus yang berlaku sebagai identitas resmi
yang diterbitkan oleh instansi pelaksana. Tujuan dari penerapan e-KTP adalah
mewujudkan kepemilikan satu identitas untuk satu penduduk yang memiliki kode
keamanan dan rekaman elektronik data kependudukan berbasis NIK secara Nasional
yang meliputi biodata diri, foto, sidik jari, iris mata dan tanda tangan.
Kesuksesan itu dapat dilihat dari
pemberian penghargaan yang diberikan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan
Timur pada tahun 2012 dimana kabupaten Kukar meraih peringkat pertama dalam penyelenggaraan
pelayanan penerapan e-KTP secara nasional. Kabupaten Kukar berhasil mencapai
target secara nasional yaitu 81.64 persen dari wajib KTP 387.473. Kesuksesan
itu didukung oleh sambutan dan antusiasme masyarakat yang mendukung pelaksanaan
e-KTP. Faktor lain adalah peran aktif jajaran camat, lurah/kades se Kabupaten
Kuar dalam pelaksanaan e-KTP dalam memobilisasi penduduk ke tempat pelayanan
e-KTP (humas.kutaikartanegarakab.go.id,
2012).
Kesuksesan penerapan e-KTP di Kabupaten Kukar tersebut
dapat dianalisis sebagai berikut :
1.
Dukungan manajemen eksekutif
Peran
serta aktif aparat pemerintah dalam hal ini camat, lurah/kades se Kabupaten
Kukar dalam pelaksanaan e-KTP dalam memobilisasi penduduk ke tempat pelayanan
e-KTP. Kommitmen yang tinggi dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Camat,
Lurah, RT dan Operator e-KTP, masyarakat dan instansi terkait untuk kegiatan
perekaman data dalam rangka mencapai kesuksesan pelaksanaan e-KTP.
2. Keterlibatan end user (pemakai akhir)
Sambutan
dan antusiasme masyarakat dalam mendukung penerapan e-KTP merupakan faktor
penting kesuksesan e-KTP. Adanya sosialisasi yeng diberikan kepada msayarakat
membuat masyarakat menyadari pentingnya memiliki e-KTP dan setelah kegiatan
sosialisasi dilakukan,maka masyarakat segera aktif membuatnya.
2.
Kematangan perencanaan;
Program
e-KTP sudah direncanakan sejak lama dan matang sehingga pada saat
pelaksanaannya seluruh unsur yang terlibat baik aparat, masyarakat maupun
infrastruktur berjalan dengan baik dan lancar.
1. Harapan perusahaan yang nyata. Kesuksesan pelaksanaan e-KTP telah
mencapai target perekaman data dimana Kabupaten Kukar berhasil mencapai target
secara nasional yaitu 81.64 persen dari wajib KTP 387.473. Hal tersebut
tentunya menjadi pendorong kesuksesan pelaksanaan e-KTP.
2. Dukungan Sumber Daya Manusia / Operator / Petugas e-KTP
Operator
e-KTP di daerah dalam hal ini Kabupaten Kukar berperan aktif dalam hal
melakukan layanan mobile e-KTP menjangkau wajib e-KTP yang sakit dan atau
lanjut usia, melakukan verifikasi, update dan merekam data setiap selesai
perekaman dan mengirimkannya secara online ke pusat. Peran aktif petugas juga
penting saat mereka ampu menangani permasalahan teknis yang muncul di lapangan
karena mereka telah mengikuti pelatihan dan selalu melakukan prosedur perekaman
dengan benar.
3.
Harapan yang Nyata
Kesuksesan
pelaksanaan e-KTP telah mencapai target perekaman data dimana Kabupaten Kukar
berhasil mencapai target secara nasional yaitu 81.64 persen dari wajib KTP
387.473. Hal tersebut tentunya menjadi pemacu kesuksesan pelaksanaan e-KTP.
4.
Infrastruktur Yang Memadai
Infrastruktur
serta peralatan yang digunakan dalam proses perekaman data e-KTP sudah tersedia
sesuai dengan kebutuhan dan dibiayai oleh anggaran pemerintah.
CONTOH KASUS KEGAGALAN PENERAPAN E-GOVERNMENT DI
INDONESIA
Salah
satu contoh kegagalan penerapan e-government di Indonesia adalah pelaksanaan
e-Procurement. e-Procurement adalah proses pengadaan barang/jasa yang
pelaksanaannya dilakukan secara elektronik yang berbasis web/internet dengan
memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi yang meliputi
pelelangan umum, pra kualifikasi dan sourcing secara elektronik dengan
menggunakan modul berbasis website. Proses pengadaan barang dan jasa yang
dilakukan dengan menggunakan e-procurement secara signifikan akan meningkatkan
kinerja, efektifitas, efisiensi, transparansi, akuntabilitas transaksi yang
dilakukan. Selain itu dapat mengurangi biaya operasional secara signifikan
karena tidak diperlukan lagi penyerahan dokumen fisik dan proses administrasi
yang memakan waktu dan biaya.
Contoh kegagalan tersebut
dapat dilihat sebagai berikut. Pada tahun 2006 Pemerintah Provinsi (Pemprov)
Kalimantan Timur memutuskan untuk bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surabaya
dalam pengembangan dan implementasi sistem e-procurement di lingkungan Pemprov
Kaltim.
1xbet korean - BOLA BET
BalasHapusA few quick facts regarding 1xbet korean. You can bet septcasino that in most 1xbet korean cases, you 제왕카지노 will also get better odds on the main betting markets.